Jumat, 28 November 2008

Keluarga A A Bama


Ini adalah potret keluarga A A Bama th. 2003


Saya sebagai kepala rumah tangga didampingi permaisuri (Sri Winarni) dan putra-putri (A. A. Khomeini, Tajma'ah Fithri M., dan A. Muslim Rosyidi)


Putra pertama, lahir di Palembang tgl. 11 April 1998, sengaja kami beri nama Ahmad Adha Khomeini dengan makna sederhana: "Ahmad" adalah nama lain junjungan kita Rosulullah Muhammad S. A. W. (yang bermakna terpuji), di samping itu, nama saya dan semua saudara saya (keluarga BAMA) juga diawali dengan "Ahmad". Karena lahirnya masih dalam suasana Idul Adha maka saya tambahkan "Adha" di tengah namanya. "Khomeini" adalah sosok pemimpin Iran yang mampu membebaskan bangsanya dari belenggu tiran Syah Iran dan membawanya menjadi bangsa besar yang disegani baik lawan maupun kawan. Kehebatannya yang luar biasa dibalut dengan kesederhanaan dan kezuhudannya (terlepas dari faham yang dia anut) membuat saya kagum dan mestinya harus menjadi teladan kepemimpinan bagi umat Islam saat ini. Itulah yang mengilhami saya untuk menempelkan nama Beliau di belakang nama anak saya.


Putra ke-dua (putri) lahir di Nganjuk tgl. 9 Januari 2000. Putri kami yang imut ini kami beri nama Tajma'ah Fithri M. (Muhammadiyah). Nama ini sebenarnya adalah singkatan dari Tegaknya Jamaah Idul Fithri, karena lahirnya masih dalam suasana Idul Fithri, sedangkan tambahan Muhammadiyah (yang kami singkat M.) bermakna pengikut Junjungan kita Rosulullah Muhammad S. A. W.. Di samping itu, kakeknya (Bapak saya) memang pejuang Muhammadiyah tulen.


Putra ke-tiga, lahir di Yogyakarta, tgl. 10/11 Agustus 2002, yang kami beri nama Ahmad Muslim Rosyidi. Makna leksikalnya sudah mafhum. Yang penting nama itu selalu mengingatkan saya saat studi di UGM Yogyakarta, Pak Muslim (Almarhum) (Prof. Muslim, Ph.D., semoga Allah menerima segala amal-ibadahnya) adalah pembimbing dan promotor saya saat S2 dan S3, sedangkan Pak Rosyid (Dr.rer.nat. M. Farchani Rosyid) adalah pembimbing-2 dan co-promotornya (di samping Mirza Satriawan, Ph.D.). (Kepada beliau bertiga saya ucapkan jazaakumullaahu khoiron katsiiro). Setelah saya memberi nama anak saya itu, saya bercengkerama dengan Pak Rosyid dan Bu Zahara (Isteri Pak Muslim), "Pak..., Bu..., saya minta izin untuk diperkenankan menggunakan nama Muslim dan Rosyid sebagai salah satu ucapan terima kasih kami sekeluarga atas bimbingan mereka berdua." Seloroh saya, "Paling tidak saat ini saya selalu diminta/disuruh oleh beliau berdua untuk belajar dan menurunkan ini-itu, nanti sekitar 6 tahun lagi situasinya jadi berbalik, ayo... Muslim-Rosyid (anak saya) belajar! he... he...," Saya masih ingat, mereka tertawa terbahak-bahak dengan seloroh saya itu. Semoga keriangan itu tetap terjaga, amiin.